Friday, April 6, 2012

Perasaan Yang Bercerita Pada Purnama

Kebetulan banget deh malam ini bulan purnama, dan gak tau kenapa nginep di rumah kedua bareng temen seperjuangan serasa membangkitkan kenangan lama. Setidaknya insomnia ini ada yang menemani.


Mengalun
dengan lantang.
Kunyanyikan lagu purnama,
dimana semua ngilu bersatu dalam irama

Berbayang di awan
terpantul di lantai bumi semua nadanya.
Menggema,
memanggil air mata yang bersembunyi di ruang hampa kosong hati.

Jumat dini hari, menyenangkan ternyata ketika mata ini tak bisa terpejam. Duduk dalam diam dan menatap purnama. Bayangkan ketika bulan ini adalah seorang putri.

tatapmu adalah ruang
dimana bintang menghiasi sekelilingmu.
bolehkah aku menghuni ruang itu tuan putri?
aAu ingin menyusuri tiap sudutnya,
mengikuti awan yang berarak di dalamnya, menuju kepulauan cerah
dan hangatnya samudera.

Ruang di tatapmu adalah kepingan nirwana yang jatuh ke dunia
hamparan terindah jagad raya.
Dimana singgasana penuh mutiara menghuninya
ruang yang sepi dari semua gelap.

Ruang di tatapmu itu tuan putri,
memainkan melodi ,
yang kudengar sampai hati.

Semacam picisan, tapi memang inilah yang aku bisa. Entah menggambarkan perasaan hati atau apa. Terkadang aku tidak terlalu ambil pusing dengan hal-hal itu.

I'm a cold headed guy.
Fading with the scenery of the night,
with all my memory swinging freely in front of me.

Jika saja ada perahu untuk melaju,
aku akan pergi ke bulan menancapkan patok - patok kejujuran
yang di bumi telah lama hilang,
pudar bersama bulan di langit malam.

Saat malam menulis luka,tubuh kita terlelap di ranjang sepi, lantas puisi yang mana lagi yang harus kukubur esok pagi?
Kadang aku lelah pada sepi yang seringkali menuliskan dirinya pada puisiku sendiri.
Menggetar di dadaku, ada debar rindu yang hentak, dilepas di bait bait hujan yang beranjak ke dinginnya sajak.

Aku hanya ingin mengunjungi ia yang kerap mendebari dadaku,bukan sebagai kekasih,tapi sebagai sajak
maka ijinkan aku mencintaimu seperti aku mencintai sepi dan juga hujan
sebab hanya sepi yang kukenal karib di malam ini,selebihnya tak ada..

Thursday, April 5, 2012

Imaji Nyata

Seperti lembayung yang tetap menghasut dalam mega
ia jingga, namun dia hitam
segelap pelita dalam hening ...

Senja hanyalah ukiran memorabilia
dimana riuh dara kembali mencari sarang
riak rintik kembali merindu
dan ia lupa, bahwa ia seharusnya hanya menjadi memori, bukan sendratari.

Inilah hidup,
yang harus selalu menyaksikan kepedihan dalam imaji yang real

Wednesday, April 4, 2012

Satu Rindu Kecil

Di udara, bergelayutan pada senandung kesepian tiap sepi hati.
Akankah menari semua peluh mengaliri kulit menggenang
bersama petikan dawai lagu untukmu.
Sehingga teduh ini sedikit ramai.

Bagaimanapun,
bagaimana bisa aku bernafas disini.
Di dunia asing yang tak ada kau,
dunia tempatku membangun tembok palsu
Memagari rerimbun bunga yang kau tanam di dadaku

Berbaring risau, tiap malam
kurebahkan tubuh,
seakan kau kau berlarian riang tersenyum dan melempar tawa ke angkasa.
apakah kau disana bertanya - tanya...
"Apakah kau merindukanku malam ini?"

Pada wajahmu yang kulukis hati - hati di kelopak mataku yang terpejam,
kutambahkan sepucuk rindu mungil di matamu.

Rabu Jam 5 Sore

Adakah yang dilahirkan malam selain rindu rindu yang sendu? Yang sengaja menjelma menjadi pena,agar puisiku kembali bergema melalui gendang telingamu. Agar bisa kau baca tanpa aku berharap bibirmu tergetar membacanya.

Saat kata kata yang kau rapal menjadi doa penuntun tidur malammu, untukmu dimanapun engkau berada.

Ah ingin rasanya ku memelukmu,memeluk tiap beban yang memuncaki puncak sedihmu,dendam yg kau lahap sendiri,serta kenangan yang kau bungkus dalam kain dukamu yang serta merta meggeliat,
menyeret tubuhmu pada puisi yang paling perih.

"aku mungkin tenang dalam sini",

"tidak" teriakku dalam debar

Ingin sekali kutunjukkan bagaimana merajut bahagia dengan pelukan, dengan kita berbincang. Tapi tubuhmu sudah terlanjur kusut, hatimu yang dibawa derasnya airmata, menghilang entah ke muara luka yang mana. Ataukah memang kadang aku tak ada dihatimu?

Mungkin sesekali kau kubawa melihat hujan yang berjatuhan di pohon teras rumahku. Agar kau tahu,betapa tabahnya daun digugurkan,lalu kau sembari menghapus perlahan-lahan letup airmatamu yang memuncak,


"apakah mereka yang jatuh,yang diterpa hujan itu bahagia?" kau bertanya.

"Iya" kataku sambil menghapus jejak airmatamu,

"merekalah yang ditabahkan,yang kadangkala meresapi lukanya sendiri"

"mereka jatuh,Sebab sudah waktunya mereka melepaskan beban yang menggantung di punggung rapuhnya"