Thursday, December 29, 2011

Malam Di Sebenar-benarnya Penghujung Bulan Desember

Ini sudah malam, jam 20:51 tepat di pojok kanan laptop milik Anisa ini.
Masih ramai memang malam ini di tempatku biasa duduk selepas senja. Menikmati masa akhir dimana tanggung jawabku akan habis di tahun ini. Menghabiskan malam di akhir tahun 2011 yang sebenarnya aku ingin tiada pernah berakhir.

Malam ini ramai tapi sepi,
Ya Sepi. . .
ketika hujan telah usai berderai.
semesta tampaknya menjadi hening,
sisa butir hujan masih tersisa,
menjejak di daun daun, reranting, ilalang dan batang pohon.
Air menakung dan tanah mengeluarkan bau yang khas.

Ramai tapi sepi,
Sepi yang tiada hening, mungkin sepi yang absurd.
Sepi tanpa lengang pada pepohonan rindang.
Sepi yang harusnya menjadi surgaloka bagi burung berkicau,
ketika rembang meremang.

Inginku malam ini tak pernah berakhir.
Ini masa-masa akhirku bersama kalian.
Toh malam ini selepas hujan,
tak ada bulan maupun bintang di langit yang kedinginan.
Karena bila bias indah di langit itu bernama bulan,
maka sinar-sinar terang gemerlap di mata kalian akan kupanggil bintang.
Langit hatiku kini berkerlip,
terang setitik namun selalu ada.

Ya itulah,
Aku akan merindukan kalian seperti pasir yang risau oleh desir.
Aku akan merindukan kalian bagai bintang yang diam dalam kelam.

Friday, December 23, 2011

Briefing Dikmen

seumpama cintaku langit
rindumu adalah garis-maris putih
melengkung di sudut-sudut cakrawala


#Gak Nyambung ama Judulnya

Thursday, December 22, 2011

Selepas senja di (hampir)Penghujung Bulan Desember #2

Senja telah usai, kembali aku menulis larik-larik barisan kata dari berbagai huruf di lantai 2 rumah kedua kami semua.

Kulihat rekan-rekanku hari ini begitu lelah, ingin rasanya aku menyemangati mereka. Tapi sampai saat ini pun mungkin masih ada keengganan dari mereka mencurahkan isi hati mereka kepadaku. Memang sedih rasanya tapi ya inilah, tak bisa kupaksa karena memang itu privasi mereka meskipun sebenarnya aku sangat ingin.

Jika kalian bersemi,
bolehkah aku menjadi musim,
menjadi apa yang kalian nanti dan akan kalian gapai?

Jika kalian hujan,
bolehkah aku menjadi tanah,
menjadi tempat untuk mencurahkan segala derai kalian?

Jika kalian purnama,
bolehkah aku menjadi awan mendung,
menjadikan pungguk tak terlalu bisa menyaksikan sinar kalian?

Jika kalian anak panah,
bolehkah aku menjadi busur,
melesatkan kalian menuju apa yang ingin kalian dapat?

Jika kalian ngarai,
bolehkah aku menjadi kabut,
landai melingkupi tubuh kalian saat petang melindap?

Jika kau karang,
bolehkah aku menjadi ombak,
bergelombang ke tepian semata untuk merasakan apa yang kalian rasa?

Jika kau mekar,
bolehkah aku menjadi kumbang,
berjuang guna hanya aku yang bisa merasakan indah senyum kalian?

Jika kau mata angin,
bolehkah aku menjadi ilalang,
membiarkan sejuk kalian melenggok-lenggokkan tubuhku?

Jika kau langit,
bolehkah aku menjadi layung,
menemani dalam hangat sebelum kalian terlelap dalam gelap?

Jika kau putih,
bolehkah aku menjadi hitam,
menjadi sisi lain yang akan melengkapi antara kalian dan aku?

Jika kau gugur daun,
bolehkah aku menjadi ranting,
terisak lirih dan mencoba sekuat daya mempertahankan kalian?

Ya setidaknya itu inginku, namun aku tahu semua itu tak bisa dipaksakan.
I'm just glad you're all stay with me.
 Dalam susah maupun senang.

Selamat Hari Ibu

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir – bibir manusia.

Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.

Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.



Ibu adalah segalanya..

Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.

Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi.

Siapa pun yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa

merestui dan memberkatinya.




Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu.

Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.

Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.



Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan.

Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya.

Pepohonan dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.



Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.

Penuh cinta dan kedamaian.

:+: Khalil Gibran :+:

Selamat hari ibu untuk semua ibu dan calon ibu diseluruh dunia.
Semoga selalu menjadi mutiara terindah yang tak pernah tergerus waktu bagi suami dan anak-anaknya.
Entah sekarang maupun kelak.

Wednesday, December 21, 2011

Selepas senja di (hampir)Penghujung Bulan Desember

Ini sudah malam tapi belum terlalu pekat, memang malam ini (mungkin)cerah. Tapi tidak siang hari tadi.
Gerimis bak butiran salju membasahi kepala kami ketika kami hendak makan siang.
Malam ini, diruang atas rumah kedua kami, duduk menatap layar sembari jari jari ini menari diatas keyboard.

Ya siang tadi gerimis di (hampir)penghujung bulan Desember.
Saat butir-butir halus bak salju  mengukir ukiran yang terpahat di dinding.
Hampir terpaku aku menatap, menengadahkan kedua tangan ini keatas, hening.
Hati ini berdetak tapi tak berdegup, tak berdegup kencang.

Sekali lagi, aku tengadah.
Berlama-lama aku sengaja membelai mereka.
Mereka, butiran-butiran gerimis.
Karena aku tahu pasti, bahwasanya segalanya tak semudah yang kita kira.
Karena aku memang paham, bahwa ada yang tak tersentuh gerimis,
ketika mereka merapatkan barisan di pekarangan taman bunag yang kita tanam bersama.

Lihatlah, teman,
bukankah gerimis menyuburkan bunga-bunga yang tersemai, berputik
dan akan segera mekar?
Namun seperti dilansir angin, rintik halusnya menukik bertubi-tubi,
menyusup di sela-sela dedaun rindang pohon jati, hingga terasa nyeri di ulu hati.


Gerimis di (hampir)penghujung bulan Desember.
Saat kulihat binar mata kalian begitu sunyi,
Sejenak bibirku melafazkan sajak-sajak yang akan mengawan di langit hati kalian.
Suaraku samar, jika kalian tahu,
berpacu dengan gerimis yang bermetamorfosis menjadi hujan.

Matamu semakin sepi kulihat,
saat rintik-rintiknya menghunjam wajah kalian yang lelah.
Bibir kalian menggeletar, seakan ingin merapalkan sesuatu,
Namun hujan telah menjadi beku.
Hujan akan kembali menyisakan gerimis, hingga tandas.
Dan ketika sampai waktunya aku tak akan mengatupkan payung untuk kita semua,
percayalah...~

Tuesday, December 20, 2011

Sore hari di (hampir)Penghujung Bulan Desember #2

Jika kemarin sore mendung, hari ini benar-benar hujan.

Saat hujan di luar berisik dan gaduh :


Aku : "Hai hujan, mampirlah sebentar"

Hujan : "Aku tak bisa berlama-lama"

Aku : "Sebentar saja, aku kesepian saat ini"

Hujan : "Kau tahu bukan aku sangat ingin sejenak di sini?"

Aku : "Iya. Aku tahu"

Hujan : "Tapi aku bukan cuma milikmu, Aku milik setiap orang, setiap pohon, setiap hewan, bahkan tanaman."

Aku : "Maaf, harusnya aku tahu diri, tak boleh memonopoli engkau buatku sendiri."

Hujan : "Toh aku juga selalu lewat depan jendelamu saat gerimis datang bukan?"

Aku : "Iya. Tapi hatiku sepi, Ah, tak apa, aku tahu hati tak boleh main hakim sendiri."

Hujan : "Kalau aku tak pergi, kau tak akan jumpa pelangi. Aku tahu kau suka pelangi"

Aku : "Sore ini menjelang senja tak mungkin ada pelangi"
Hujan : "Mentari mungkin akan segera pergi, tapi pelangi akan tetap hadir. Setelah aku pergi, tentu saja."

Aku : "Apa tak bisa aku punya semua?"

Hujan : "Di hatimu, kau sudah punya semuanya, kau hanya belum menyadarinya."

Aku : "Baiklah, aku tak mau menahanmu lebih lama, Mampirlah kesini kapan saja."

Hujan : "Aku tak bisa menjanjikanmu apa-apa, Tapi yang pasti, aku tak akan kemana-mana, asal kau masih menginginkanku."

Aku : "Tak perlu janji. Pun kau tahu bukan rasanya diingkari?"

Hujan : "Okay. Goodbye then"

Aku : "Anyway, i don’t say good bye for something i love, good luck is better. Sure we’ll meet again somehow"


Hujan : ~hug
Aku : (I love you, you know that, but i just can’t hardly say, were not as yesterday)

Monday, December 19, 2011

Sore hari di (hampir)Penghujung Bulan Desember

Sore hari ini mendung, entah kenapa mendung ini bikin semuanya jadi sepi. Duduk di lantai 2 rumah kedua kami. Tempat dimana kami saling bercerita dan berbagi kisah, berbagi perasaan. Bulan Desember ini begitu hectic, tapi sore ini aku benar-benar gak bisa menikmati hari seperti hari-hari sebelumnya.

Sore ini menjelang senja, dimana lantai bawah rumah kedua kami akan menjadi ramai pengunjung yang akan bertemu dengan-Nya. Tetep aja nanti merasa sepi, bahkan ketika kami bertujuh melakukan pertemuan rutin tiap hari Senin.

Sore ini duduk di kursi samping komputer administrasi sendirian, ya sendirian karena kursinya gak bakalan muat untuk duduk berdua. Di meja milik kami, duduk seorang Anisa yang sibuk membolak-balik LPJ dikorg 16, sambil sesekali memegang kepalanya entah pusing atau kenapa. Tampaknya sedang galau atau sebangsanya yang akhirnya dia beranjak keruang sidang dan mengobrol bersama seorang Mugi.

Sore ini menjelang senja.

Aku ingin menjadi kunang-kunang
Dalam gelap Aku terbang
Dalam gelap Aku terang

Dan jadikanlah kalian senja
Karena gelap kalian ada
Karena gelap kalian indah bersahaja

Aku hanyalah kunang-kunang
Dan Kalian hanyalah senja

Dalam gelap Kita berbagi
Dalam gelap Kita abadi.

Monday, December 5, 2011

Karena Kita Masih Belajar

Jika mencintai adalah kejujuran hati,
jangan biarkan itu menjadi mati.
Karena cinta bukan untuk dimengerti,
tapi untuk membuat kita berarti.

Jika mencintai adalah ketulusan rasa,
jangan ada yang memaksa,
atau mencoba pupuskan asa,
dan akhirnya kita tak lagi bisa merasa.

Cinta bukan masalah kriteria. 
Cinta adalah tentang bagaimana kita mengalami,
baik di saat yang sulit ataupun senang.
Ketika kita bisa menghabiskan waktu bersama dan berbagi tentang hidup dan rasa,
tanpa merasa terbeban atau sebuah kewajiban. 

Semua kenyamanan itu yang tak bisa dibeli
dengan materi, status sosial maupun agama. 
Cinta itu hanya kita yang tau dan rasa. 

Berpura atau memendam hanya membuat kita kehilangan
kesempatan untuk mengalami apa rasanya mencintai dan dicintai, 
apa rasanya menjadi penting dan berarti untuk seseorang. 
Karena mungkin itu kasih tertulus yang pernah kamu dapatkan. 
Jangan menyangkal untuk terus berpura setuju pada keadaan. 
Karena yang paling mengerti kamu hanya hatimu.

Tuhan yang menciptakan aku, kau, dia, mereka, dan semua yang ada di dunia ini.
Yang bisa kau lihat,
dan bahkan yang kau tak punya daya melihatnya secara kasat mata.
Termasuk secuil rasa yang belum sempurna itu,
yang tak bisa kau lihat dengan kedua matamu.
Tapi kau mampu melihatnya dengan mata hatimu,
dengan nuranimu yang tak mungkin membohongi.

Maka telitilah semua rasa yang kau rasakan kemarin,
hari ini dan seterusnya.
Karena kau akan temukan miliaran makna,
yang ingin dijelaskan Tuhan dengan cara yang berbeda.
Karena percayalah Tuhan punya caranya sendiri,
yang akan menakjubkanmu.

Sunday, December 4, 2011

Sepotong Cinta Untuk Yang Tercinta

Indah tutur kata dan lembut laku manja seperti angin yang tanpa bisa ditahan segera beranjak menebar jala asmara.
Embun di lembar daun bunga pun tak sebening hitam bola mata yang menatap dengan penuh asa.
Aku jatuh cinta pada mereka yang masih menemaniku hingga saat ini…
Kepada enam jagoanku yang meskipun lelah mereka masih bisa tersenyum.

Kunggap takdir berbicara mempertemukan ku yang haus kehalusan budi dengan kalian jagoan pemilik ttekad baja..
Kubawa seikat semangat dan langit pun mengizinkan ku lepas kerinduan dan tak membiarkan ku diselimuti kabut keraguan.
Air mengalir dari lautan semangat begitu deras seperti gerimis yang melegakan dahaga di tengah kegersangan jiwa.

Kuukir nama ku dan nama kalian di pilar kayu.
Tanpa kusadari, rapuh.
Perlahan bumi mulai tak bersahabat dengan membiarkan tanah melepas pegangan nya pada pilar yang kita bangun bersama. Sendirian aku coba menanam lebih dalam dan bertahan dari badai yang tak pernah diam. Seribu pikir terlintas gamang, dimana aku mesti berpegang ?

Kutancapkan kuat tombak di pilar kayu untuk sekedar menahan dari jatuh nya dan membiarkanku beristirahat, Kutancapkan diatas nama kalian. Sedetik kemudian ku diam dalam keheningan dan tersadar awan gelap begitu kelam membentang di depan.
Hujan pun turun. Kulihat kalian bersedih dan lelah …

Kini, meski pilar kayu berusaha kutanam lebih dalam lagi dan kucabut tombak yang menjadi penyangga nya, bekas lubang diatas nama kalian takkan pernah hilang. Membekas dan akan terus ada seiring semangat kalian yang tak pernah padam dan aku akan merindukan waktu bersama kalian …

Sepotong Cinta menguap menjadi butir – butir cinta di tengah telaga. Menyatu bersama air dan tak terlihat lagi.

Apapun yang terjadi mereka adalah jagoanku.

Pengen nangis soalnya ini udah menjelang akhir waktuku bersama mereka.
Mereka yang menjadi salah satu dari yang terbaik.
Ya Allah, semoga engkau memberikan mereka kekuatan untuk memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah kuberikan selama ini.

-every hello will meet goodbye-

Thursday, December 1, 2011

Malam 1 Desember

Hai, bulan sabit..

Sinarmu tajam, tapi sayang membawa lirih
Senyummu indah bila kulihat, tapi sayang buat kepedihan
Tidak, tak terluka, tak bersedih..
Hanya pedih.....

Aku tulis gerimis di alis matamu yang sabar
Aku genggam semua, sampai semua hilang, terhenyak..
Biarkan hujan menyuguhkan segar,
Biarkan harap gantikan kau terhampar
Sampai, langit mencibir tanda mendung tetap setia pada hatimu yang terbengkalai

Dapatkah kau lihat, butir-butir hujan..
Mendekati, menghujat, menyentuh..
Pekat, menggores kehampaanmu seiring kau berlari, merindu..
Karena kita perindu,
adakah yang lebih nyata dibanding itu?


Mungkin kau lebih dari sekedar gerimis,
tapi wajahmu, selalu tertunduk dalam senja. 
hanya karena, menunggu purnama.