Beberapa malam belakangan ini, purnama nampak benderang dengan kemegahannya yang absolut dalam pekatnya langit.
Ingin sebenarnya pada satu malam, kubentangkan tikar beserta secangkir kafein.
Mengoceh tentang namamu kepada bulan yang selalu terdiam anggun.
Apakah kamu mendengar celoteh seorang yang terduduk disini menggumamkan namamu ketika bintang menerangi kepalanya yang terus saja menatap perih ?
Apakah kau mendengarnya, sayang ? ataukah untuk sekali lagi kebodohanku terbahak soal gusarku kepada bulan ?
Aku sesekali mencintai malam, ketika tiada lagi aku yang hidup dalam cintanya.
Tenang saja, kau akan menemuiku kala purnama merekah.
Aku, seekor serigala yang mengaum. menjerit dalam hening dedaunan kering, berteriak dalam perihnya luka.
Malam ini pun, aku juga ingin kembali merindukanmu.
Merindukanmu yang harusnya semudah menyeruput secangkir kafein panas di tengah hujan deras.
Di dalam senyap dingin malam, atau di atas perbukitan sembari menikmati bintang saling bertegur sapa, ataupun sekedar terbenam dalam luruhnya purnama.
Malam ini pun,
kuibaratkan kita sedang bersandiwara diatas kanvas saja.
Dimana aku menjadi yang tersakiti, dan kamu yang selalu kukagumi dan kurindukan.
Dan semoga engkau selalu tahu.
Cintaku bukanlah benar-benar memiliki cerita.
Ia hanya tahu satu hal; mencintaimu secara sederhana.
maaf bila aku memang seperti ini.