Wednesday, April 4, 2012

Rabu Jam 5 Sore

Adakah yang dilahirkan malam selain rindu rindu yang sendu? Yang sengaja menjelma menjadi pena,agar puisiku kembali bergema melalui gendang telingamu. Agar bisa kau baca tanpa aku berharap bibirmu tergetar membacanya.

Saat kata kata yang kau rapal menjadi doa penuntun tidur malammu, untukmu dimanapun engkau berada.

Ah ingin rasanya ku memelukmu,memeluk tiap beban yang memuncaki puncak sedihmu,dendam yg kau lahap sendiri,serta kenangan yang kau bungkus dalam kain dukamu yang serta merta meggeliat,
menyeret tubuhmu pada puisi yang paling perih.

"aku mungkin tenang dalam sini",

"tidak" teriakku dalam debar

Ingin sekali kutunjukkan bagaimana merajut bahagia dengan pelukan, dengan kita berbincang. Tapi tubuhmu sudah terlanjur kusut, hatimu yang dibawa derasnya airmata, menghilang entah ke muara luka yang mana. Ataukah memang kadang aku tak ada dihatimu?

Mungkin sesekali kau kubawa melihat hujan yang berjatuhan di pohon teras rumahku. Agar kau tahu,betapa tabahnya daun digugurkan,lalu kau sembari menghapus perlahan-lahan letup airmatamu yang memuncak,


"apakah mereka yang jatuh,yang diterpa hujan itu bahagia?" kau bertanya.

"Iya" kataku sambil menghapus jejak airmatamu,

"merekalah yang ditabahkan,yang kadangkala meresapi lukanya sendiri"

"mereka jatuh,Sebab sudah waktunya mereka melepaskan beban yang menggantung di punggung rapuhnya"

No comments:

Post a Comment