Monday, October 8, 2012

Waltz For This Twilight


Senjakala,
saat kata - kata sudah habis dimakan rayap
yang menyisakan butiran debu.
Sarang laba - laba mengunci mulut
apakah bisa kita saling memanggil
dalam menggigil.
Saat awan menghujani mu dan ku dengan madu

cinta dan rindu itu lucu
dan menggelitik urat - urat di hati mu dan ku.

Senjakala,
kembali mengantar risau.
Saat pilu tertiup angin di senja bulan Oktober.
Pertanyaan dan cemburu bergandeng tangan bersama awan mengatup di atap kota.
Begitu nelangsa dan tak berdosa

Nada - nada resah tersusun atas semua rasa yang dikubur dibawah gelisah
Sering ku bertanya,
bisa apa kita?
mu dan ku?

Kadang ingin aku menyusun butiran kerikil kecil.
Satu demi satu,
menjadi tangga untuk kita ke angkasa.

tapak demi tapak dan terus memanjat keatas.
kita sapa bulan,
kita lintasi andromeda,
hingga kau bisa memilih sendiri galaksi yg kau suka.

Lalu bercintalah kita disana.
Didalam hampa,
menuju galaksi pilihanmu,
melucuti segala ragu,
menautkan segala kesenangan dalam erat romansa purnama.

Namun jika kau malas.
Kita bisa bersandar di balkon lantai dua,
menatap langit sambil bercerita seperti biasa,
hanya kita disana.

Tidakkah ini semua lucu?
Betapa senandung rindu mu dan ku saling bersahut,
disaat senjakala.
Berdansa di panggung gelisah yang tak bisa dilihat mereka.

Kita mainkan orkestra,
biarkan jiwa-jiwa ini tercabik memeluk kekosongan yang seberat dunia.

Dalam ketidak-jemuan yang menyiksa,
dalam sepi,
saat senjakala,
mu dan ku.

No comments:

Post a Comment